Penyakit autoimun terjadi ketika sistem imun keliru menyerang jaringan tubuh sendiri. Deteksi dini lewat tes laboratorium sangat penting agar penanganan bisa segera dilakukan. Beberapa pemeriksaan yang umum dilakukan meliputi tes ANA (Antinuclear Antibody) untuk lupus dan penyakit autoimun sistemik lain, C-Reactive Protein (CRP) dan LED (Laju Endap Darah) sebagai penanda peradangan, serta faktor reumatoid (RF) untuk rheumatoid arthritis. Hasil abnormal pada tes-tes tersebut bisa menjadi petunjuk awal bahwa terjadi reaksi autoimun.
Menurut HelloSehat, tes ANA sering direkomendasikan jika ada gejala khas seperti ruam wajah “kupu-kupu” atau nyeri sendi berulang. Tes hormon tiroid (TSH), gula darah (HbA1c), dan vitamin D juga dapat diperiksa untuk menyingkirkan kondisi penyerta yang sering muncul bersamaan dengan autoimun. Semua tes ini diambil sampel darahnya dan hasilnya dapat diperiksa oleh dokter spesialis penyakit dalam atau imunologi.
Hasil dari tes laboratorium memberikan “peta” risiko untuk dokter. Misalnya, jika ANA atau RF tinggi, dokter bisa lebih waspada terhadap penyakit lupus atau arthritis dan meresepkan terapi imunomodulator lebih cepat. Kata ahli reumatologi, pemeriksaan lab secara teratur membantu mengarahkan diagnosis, terutama saat gejala belum jelas. Dengan dukungan data lab ini, penanganan penyakit autoimun bisa dilakukan saat masih ringan, sehingga komplikasi jangka panjang dapat diminimalkan.
Sumber:
- Alodokter [alodokter.com]
- Hellosehat [hellosehat.com]